ABOUT ME
Assalamualaikum
wr.wb. Bismillahirohmanirohim. Nama saya Reva Fauzi. Biasa orang memanggil
Reva. Tapi sebenarnya saya lebih senang dipanggil Fauzi saja. Mungkin karena
nama Reva itu lebih mirip nama seorang perempuan. Dan ternyata benar, sudah
banyak orang yang salah kaprah jika baru mendengar nama saya, dikiranya saya
adalah seorang perempuan. Tapi ya sudahlah, terserah yang mana saja enaknya,
yang penting itulah nama saya. Ini bukan nama sembarangan yang tanpa makna
pastinya. Menurut Ibunda tercinta ‘Reva Fauzi’ ini punya ‘a Great’ makna. ‘Reva’ diambil dari kata Reff yang kalau dalam lirik-lirik lagu itu artinya kembali, terus ‘Fauzi’
itu sendiri di ambil dari kata Fajar
artinya ya Fajar atau matahari. Jadi kurang lebih kalau di gabungkan makna
lengkapnya menjadi ‘Fajar yang Kembali’, artinya adalah
saya adalah harapan yang bersinar yang diharapkan dapat terus bangkit menjadi tumpuan kehidupan. Saya berharap saya adalah memang benar orang yang seperti itu adanya. Amin ya Robbal’alamin.
saya adalah harapan yang bersinar yang diharapkan dapat terus bangkit menjadi tumpuan kehidupan. Saya berharap saya adalah memang benar orang yang seperti itu adanya. Amin ya Robbal’alamin.
Dilahirkan
pada tanggal 14 Oktober 1992 di Kota Sanggau kecamatan Kapuas, Provinsi
Kalimantan Barat. Tepatnya di Dusun Erna Djuliawati. Menurut pengakuan dari
ibunda tercinta, saya lahir tanpa bantuan dokter. Ya, mungkin karena saya yang
sudah tidak sabaran lagi untuk melihat gemerlap dunia dan merasakan kehangatannya
yang menembus dan saya rasakan dalam balutan kasih sayang sewaktu di ‘Alam’
sana. Jadi belum ada ancang-ancang dari ibu untuk pergi ke Rumah Sakit
Bersalin. Belum lagi perjalanan untuk menuju ke rumah sakit harus menyebrang
Sungai Kapuas selama kurang lebih 1 jam menggunakan perahu bermesin (Long Boat).
Dan waktu itu langit masih digantungi kelap-kelip kemilau bintang-bintang malam.
Dan Alhamdulillah, saya lahir dan kenyataannya saya justru menangis pertama
kali melihat dunia ini. Ya iyalah, mana ada bayi di dunia ini yang lahir dalam
keadaan tersenyum simpul apalagi sampai tertawa ngakak.
Sekali
lagi Alhamdulillah, saya dilahirkan di dalam keluarga yang memeluk agama yang
tiada keraguan dalam ajarannya, agama terindah, sempurna bagi para pemeluknya
di seluruh penjuru dunia, agama yang penuh cahaya, Rahmat, dan Barokah dari
Sang Pemilik-Nya (Allah swt). Al-Islam, Rahmatan Lil-alamin. Saya lahir dari
keluarga yang sederhana dan biasa-biasa saja. Biasa tersenyum, biasa tertawa,
biasa bercanda ria, biasa ada masalah dan biasa saya juga sering dimarah oleh
ibu bapak. Sekarang jumlah anggota Keluarga kecil ini ada lima orang. Dan saya
sangat mencintai mereka. I love my family.
Sebelum
dilahirkan, ada yang sudah mendahului saya. Pria berkacamata yang sekarang ini
menjadi teladan dan penampar semangat bagi saya. Betapa tidak, dulu waktu kanak-kanak
hingga di bangku sekolah saya yang lebih menonjol dalam hal berprestasi di
sekolah atau di luar sekolah. Bahkan sebelum makan bangku sekolah pun, saya sudah
mengukir prestasi cemerlang. Ya, pernah menjadi nomor satu untuk lomba balita tersehat
sekampung. Saya tidak bisa membayangkan betapa bangganya ibu dengan anaknya
ini.
Tapi,
semenjak di bangku perkuliahan keadaan mulai berbalik, belum sampai 180 derajat
sih. Keberhasilan dan prestasi yang dia capai memang membuat saya iri dan ingin
rasa hati berlari mengejarnya. Memang tidak mudah. Dari situlah mata hati
terbuka lebar, banyak pengalaman yang ingin saya jelajahi. Entah itu dengan
cara masuk organisasi atau apapun yang bisa memperkaya wadah ‘eksperience’ ini
yang masih kosong belompong.
Bercita-cita
menjadi seorang dokter, mempunyai hobi bermain basket, badminton, voli, apapun
olahraga yang berhubungan dengan ‘Tangan’ dan sekarang mengemban pendidikan di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNTAN jurusan Pendidikan Fisika pula. Sungguh
tidak ada kesinkronan antara cita-cita, hobi dan jurusan. Ya, sewaktu lulus SMA
saya mendapat kesempatan emas untuk dapat menikmati Pendidikan Dokter di
universitas yang sama ‘Gratis!!’ karena itu adalah program tahunan dari PEMDA
daerah yang menjamin penuh biaya kuliah semester khusus bagi para siswa siswi berprestasi
daerah setempat untuk dapat berkuliah di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Semacam ikatan dinas.
Namun
apa mau di kata, ada ‘Lubang Besar’ di depan pintu gerbang cita-cita termegah
itu. Benar saja, saya terperosok ke dalam lubang tersebut, tanpa sedikit pun
sempat mencium bau wangi yang besemerbak di balik gerbang yang bertuliskan ‘dr.
Reva Fauzi’ itu. Saya masuk dalam lubang, berjalan menyusuri lorong panjang dan
keluar berdiri di hadapan masa depan sebagai ‘seorang pendidik’ cekGu!. Kecewa dan sedih itu pasti,
tetapi tak sampai berlarut-larut. Lagi pula siapa yang berani protes jikalau
lubang besar itu, lorong panjang itu adalah jalan yang telah dipersiapkan oleh
Allah swt, pengatur dan pemutus segala perkara. Yang Dia-lah yang Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik bagi hamba-Nya, Dia
tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi memberikan apa yang kita butuhkan.
Dan itu semua adalah sebaik-baiknya jalan yang harus saya lalui dengan segala
syukur pada-Nya. Dan apa lagi yang mesti diragukan karena percaya atau tidak
saya adalah orang yang akan merasa pusing, mabuk bila harus melihat darah. Mana
ada dokter seperti itu. It’s my way! Chek
it out!
Di
waktu renggang kalau hati sedang asyiknya terbawa suasana, saya lebih suka
mengantarkan celotehan hati itu ke dalam kata-kata yang dirangkul menjadi
untaian bait. Meski hanya sederhana, tapi justru saya sendiri sulit untuk
menerka maknanya. Terinspirasi berat dari Pak Chairil Anwar yang karyanya kalau
sering-sering diaudiokan lewat bibir tak akan pernah bosan dan tak mau berhenti
mengkhayal tentang apa makna yang tersirat di dalam kata-kata manisnya. Saya
sadar persis pengalaman ini belum sebesar beliau yang punya ‘Maha Karya’. Masih
banyak yang harus saya ubah dalam puisi-puisi datar itu dalam hal berbagai
macam sentuhan. Oleh karena itu, saya berharap suatu saat nanti ada wadah yang
dapat mebimbing saya sehingga lebih mahir dalam hal menulis. Namun bukan
sekedar karya untuk diri sendiri, melainkan karya yang dapat dinikmati khalayak
ramai.
Subhanallah
walhamdulillah walailahailallah allahuakbar. Wassalamualaikum wr.wb.