BONI
DAN BENI
Pagi yang cerah.
Hari ini adalah hari minggu. Dimana waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan
yang menyenangkan dan menghibur hati setelah kesibukan selama enam hari. Begitu
juga dengan para anak binatang. Seperti biasa, jika hari libur tiba mereka
selalu bermain riang bersama. Ada Chiko si kelinci putih yang imut, Bery si
beruang, Tamy si kura-kura, dan Boni si Gajah gemuk berbelalai panjang. Mereka
tampak asik bermain kejar-kejaran dan petak umpet di taman kota.
Tiba-tiba,
ketika Bery, Boni, dan Tamy sedang sibuk bersembunyi dari Chiko yang
mendapat giliran jaga. Beni si kera kecil lincah datang dengan menaiki sepeda barunya. Dari kejauhan Beni melihat Chiko tampak kebingungan mondar-mandir mencari sesuatu sambil memanggil nama mereka bertiga. Awalnya Beni tidak peduli sampai ia tidak sengaja melintas di tempat persembunyian Boni di balik semak-semak tebal. Dia pun mengajaknya bicara.
mendapat giliran jaga. Beni si kera kecil lincah datang dengan menaiki sepeda barunya. Dari kejauhan Beni melihat Chiko tampak kebingungan mondar-mandir mencari sesuatu sambil memanggil nama mereka bertiga. Awalnya Beni tidak peduli sampai ia tidak sengaja melintas di tempat persembunyian Boni di balik semak-semak tebal. Dia pun mengajaknya bicara.
“ Hai Boni, itu
penyamaran yang hebat…! ”,kata Beni sambil menunjuk belalai Boni yang ditegakkan
seolah tampak seperti batang pohon. Badannya yang bulat juga terlihat seperti
sebuah batu.
“ Hei kamu ini
apa-apaan. Aku sedang bersembunyi dari Chiko. Cepatlah menyingkir! ”,kata Boni
geram dengan suara seperti orang berbisik.
“ Iya, aku tahu
kok kalian sedang bermain permainan kuno ini. Apa kamu tidak tertarik mencoba
sepeda baru ku yang super keren ini? ”,kata Beni dengan nada sombong. “ Boni
dapat !! ”,tiba-tiba Chiko mengejutkan dengan melompat dari balik semak-semak.
Ternyata sejak tadi dia sudah curiga melihat Beni berbicara dengan batang pohon
yang aneh.
Boni yang tidak
terima tentu saja menjadi kesal dan marah kepada Beni. Namun, Beni sepertinya
sama sekali tidak merasa bersalah dan tidak mau minta maaf. Malahan dia semakin
mengejek teman-teman lainnya yang datang ke tempat mereka berdua. Beni
mengatakan kalau mereka sangat ketinggalan zaman dan bermain sepeda adalah
permainan baru yang Super keren. Beni lantas pergi begitu saja meninggalkan
Chiko, Bery, dan Tamy yang tampak mengagumi sepedanya dengan warna merah cerah
itu. Sedangkan Boni masih terus
menggerutu.
“ Boni, kenapa
kamu tampak kesal? Kita kan nanti bisa pinjam sepeda Beni. Dan bermain bersama
”, kata Chiko kepada Boni yang hanya berdiam diri saja.
“ Iya betul! Aku
nanti yang akan pinjam pertama kali sepedanya. Cihuuyy! Pasti seru “,kata Bery
dengan semangat.
“ Dan setelah
kamu aku ya yang pinjam. Cihuyy! Pasti keren “,kata Tamy menambahkan dan
mencoba menirukan perkataan Bery.
Sementara mereka
asyik membicarakan dan memuji-muji kehebatan sepeda Beni, Boni pergi
meninggalkan mereka bertiga. Sepanjang jalan dia terus pasang muka masam.
Hatinya masih geram kepada Beni. Sebenarnya yang membuatnya marah adalah bukan
karena Beni mengacaukan persembunyiannya tadi, tetapi karena sikap dan tingkah
laku Beni yang sangat tidak sopan telah merendahkan teman-temannya.
Saking kesalnya
Boni memikirkan hal itu sampai-sampai dia tidak menghiraukan lingkungan
disekitarnya. Bahkan ketika dia lewat di depan rumah Beni. Di kebun depan
rumahnya tampak Paman Kora, Papanya Beni yang sedang memanen buah hasil
berkebunnya. Paman Kora pun menyapa Boni. Dia heran kenapa nak Boni seolah
tidak mendengar padahal suaranya cukup keras.
Sesampainya di
rumah Boni langsung pergi ke ruang makan. Dia melihat sudah ada makanan di
meja. Ada sayuran hijau, lauk pauk dan juga air putih. Mamanya masih sibuk
membersihkan dapur. Di dalam hatinya ada keinginan meminta mamanya untuk
membelikan dia sepeda baru juga. Tapi, niat itu diurungkan karena dia sadar mamanya
pasti tidak punya cukup uang. Apalagi ayahnya hanyalah seorang buruh kecil.
Siang itu Bibi
Bona datang dari luar kota. Dia sengaja datang jauh-jauh untuk menemui keponakannya.
Tentu saja Boni menyambut bibinya dengan suka cita dan bersorak riang “
Horeeee! Mama, ada Bibi Bona datang !” Setelah mencium tangan dan memberi
salam, Boni mengajak Bibi Bona masuk ke rumah kemudian mengambilkannya segelas
air putih.
“ Boni…kau sudah
tumbuh semakin besar dan pintar ya. Bibi sangat rindu pada mu “,kata Bibi Bona
sambil mengelus kepala Boni.
“ Iya dong Bi,
Boni kan anak yang rajin belajar dan suka membantu mama dan ayah. Boni juga
sangat rindu kepada Bibi Bona “,kata Boni manja.
“ Oh iya Bibi
ada membawakan sesuatu untuk mu “,kata Bibi Bona sambil mengeluarkan sebuah
kotak berukuran sedang.
Boni sangat
senang dan begitu penasaran dengan apa yang ada di dalam kotak itu. Setelah
mengucapkan terima kasih kepada Bibinya dia pun langsung membuka kotak itu.
Ternyata isinya adalah sepasang sepatu berwarna kuning. Itu adalah warna
kesukaan Boni. Boni senang bukan main. Sore itu juga dia memakai sepatu barunya
pergi jalan-jalan. Dia berpikir siapa tahu saja dia bertemu Beni sehingga dia bisa
membalas perbuatan kera sombong itu.
Sementara itu di
taman kota, Beni tampak sedang asyik membawa keliling-keliling sepedanya. Dia
meliuk-liuk dengan lincah di antara semak dan pepohonan rindang. Di sampingnya
juga ada Bery yang sejak tadi berlari mengikuti Beni kemanapun dia pergi.
Sepertinya Bery sangat berharap sekali Beni akan meminjamkan sepedanya. Tapi
Beni tidak kunjung meminjamkannya .
Hingga akhirnya karena kurang hati-hati Beni
terperosok ke dalam parit yang cukup tinggi di tepian taman dan aliran airnya
sangat deras. Beruntung dengan sigap Beni melompat dari sepedanya. Namun,
separuh dari badan sepeda Beni telah masuk ke dalam air. Tangan Beni dengan
sekuat tenaga menahan sepedanya agar tidak terbawa aliran air itu. Dia berusaha
menariknya ke atas, tapi genggamannya semakin lemah. Bery yang melihat pun tak
dapat berbuat banyak.
Kemudian dari
kejauhan Bery melihat Boni sedang berjalan sendirian. Bery bermaksud berteriak
minta tolong kepada Boni, tapi Beni melarangnya. Karena aliran air yang sangat
kuat itu terus menyeret paksa sepeda Beni, dia pun menyerah dan merelakan
sepedanya hanyut bersama derasnya air. Padahal kalau saja dia mau meminta
tolong kepada Boni pastilah sepedanya itu akan selamat. Karena tubuh Boni yang
cukup kuat dan belalai panjangnya akan sanggup menjangkau sepeda itu. Sebenarnya
Boni pun melihat kejadian itu, dia hanya pura-pura tidak tahu. Di dalam hatinya
ada rasa senang, karena besok pasti Beni tidak akan ada kesempatan untuk
memamerkan sepedanya di sekolah.
Keesokan sorenya,
giliran Boni berjalan dengan gagahnya di tengah kota dengan sepatu baru
pemberian Bibi Bona. Ketika di perempatan jalan dia melihat Bery, Chiko, dan
Tamy sedang berjalan bersama di sisi jalan lainnya. Boni pun segera menghampiri
mereka.
Namun, karena
kecerobohannya Boni tidak tahu kalau lampu lalu lintas telah berubah menjadi
hijau. Kendaraan yang tadinya berhenti mulai bergerak lagi. Dengan cepat Boni
menyebrang jalan dan sebisa mungkin menghindari kendaraan yang melintas.
Teriakan teman-temannya bercampur baur dengan suara klakson mobil “Hati-Hati
Boni ! Awas!!”. Beruntung Boni sampai di sebrang dengan selamat.
Sayangnya,
ketika sadar ternyata salah satu sepatunya terlepas dan tertinggal di tengah
padatnya jalan raya. Boni kebingungan dan merengek sebisanya kepada
teman-temannya. Temannya ikut panik. Tak berapa lama Chiko melihat Beni keluar
dari sebuah toko di sebrang jalan. Chiko bermaksud meminta tolong kepada Beni
karena dia tahu Beni punya pergerakan yang sangat lincah dan gesit. Tapi, Boni
melarang Chiko. Dia merasa gengsi kalau harus meminta tolong kepada orang yang
pernah menyakiti hatinya.
Sampai akhirnya
sebuah truk sampah berukuran cukup besar melintas dan melindas sepatu itu.
Sepatu itu pun ikut terbawa berputar bersama roda truk. Tentu saja rusak.
Begitulah, Boni pun merasa sedih dan menyesal.
Malam itu juga
Boni pergi ke rumah Beni untuk meminta maaf. Di luar dugaannya belum sampai
setengah perjalanan, dia sudah bertemu dengan Beni yang ternyata Beni juga
berniat ingin ke rumah Boni untuk melakukan hal yang sama. Akhirnya mereka
saling bermaafan dan tertawa riang dalam pelukan. Beni pun mengajak Boni ke
rumahnya, kebetulan Ibunya sedang masak enak malam itu.
SELESAI
PENULIS :
REVA FAUZI
FAKULTA : IKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PRODUKSI :
5 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar